[Ficlet] Sebongkah Kenangan

CdCoR6oVIAIveVy

Sebongkah Kenangan

OtherwiseM present

|| You and [Boyfriend] Youngmin || Angst, Romance, Hurt || Ficlet (600+ words) || PG-15 ||

cr. pict as tagged

Tapi tidak apa-apa. Setidaknya aku memiliki masa lalu yang ‘indah’ walau ditaburi bongkahan kebohongan.

.

.

.

Letupan mercon saling bersahutan, menyemburkan pijar-pijar api di cakrawala. Menuai berbagai pujian serta tatapan kagum. Begitu membahagiakan di luar sana.

 

Sementara aku meraung pilu di kamarku yang kelam. Bersama pecahan beling dan barang berserakan. Ditemani macam-macam foto yang dibakar pun disobek. Aku melingkarkan kedua lengan di lutut dan membenamkan wajah di sana. Tepat saat memoar bersamamu mulai berjejal di antara letusan kembang api.

 

“Hari ini dingin ya? Hujannya turun deras sekali.”

 

“Ini semacam kode ya?”

 

“A-apa? Kau bicara apa sih?”

 

“Ya, katanya anak perempuan tidak suka jika ‘kode’-nya tidak ditanggapi. Jadi sekarang kau sedang memberiku kode?”

 

“Bicara apa sih? Tentu saja bukan. Kau ini aneh-aneh saja.”

 

Satu genggaman tangan dan aku membulatkan mata.

 

“Begini jadi hangat?”

 

Sepasang senyum malu dan kami dapat mengatasi dinginnya malam bersama-sama.

 

Lengkung bulan sabit di bibirku perlahan mendatar. Bersamaan dengan kedua lengan yang terkulai lemas di sisi tubuh. Hari ini aku cantik. Wajahku dipolesi riasan sederhana. Dengan balutan gaun merah muda selutut serta surai hitam panjang yang kutata sedemikian rupa dengan kepangan kecil.

 

Ibu mulai menggodaku sesaat setelah aku memijak anak tangga terakhir. Beliau berkata seraya tersenyum lebar, “Sukses ya dengan kencanmu! Jangan lupa mengenalkan lelaki itu pada Ibu nanti.”

 

Tanpa menyadari kesedihan yang bertengger di kedua netraku manakala aku berpamitan pergi.

 

“Mau?”

 

“Wah, es krim!”

 

“Mulutmu belepotan, tuh! Seperti tidak pernah makan es krim saja.”

 

“Ah, belepotan sekali ya? Ya sudahlah, sudah terlanjur kotor. Lagian kenapa es krimnya terasa sangat enak hari ini? Padahal hampir tiap hari aku membelinya. Apa karena cuacanya lebih panas?”

 

“Barang gratisan itu memang selalu enak. Tidak bilang terima kasih lagi.”

 

“Iya, iya terima kasih! Puas?”

 

Ketika kenangan itu melintas, kuraba bibirku. Sapuan ibu jarimu di sana terasa kelewat nyata. Juga bagaimana detak jantungku dan caraku menahan napas. Seakan baru saja terjadi.

 

Aku merasa benar-benar bodoh, dan orang bodoh ini telah tiba pada tujuannya. Dengan manik kelam yang menatap kosong ke depan.

 

Perpisahan memang menyesakkan. Satu peristiwa yang selalu hasilkan air mata dan luka, dan aku adalah salah satu orang bodoh yang masih terpuruk dalam perpisahan kita yang menyakitkan.

 

Kau telah pergi meninggalkanku. Benar-benar untuk selamanya. Tanpa sadar likuid bening berdesakan keluar dari balik kelopak mata.

 

“Selamat, ya!”

 

“Terima kasih.”

 

Aku tersenyum simpul, dan kamu membalasnya dengan kelewat dingin. Jabat tangan kita terlepas, dan aku bergegas menyalami gadis cantik begaun putih di sisimu. Berusaha menarik kedua sudut bibir setinggi mungkin sementara beningnya bola mataku berubah jadi kemerahan.

 

“Ayo foto dulu!”

 

Tiga jepretan dan aku merasa begitu pandai bersandiwara hingga kau abai akan bulir air yang menyeruak dari sudut mata saat aku tersenyum lebar. Aku pergi. Meninggalkan kalian berdua yang tersenyum bahagia. Kalian berdua yang baru mulai membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia.

 

“Aku mau kita putus.”

 

“A-apa …?”

 

“Aku bilang aku mau kita putus.”

 

“Ta-tapi ke-napa ….”

 

“Aku akan menikah minggu depan. Jadi kita—“

 

“—berhenti bercanda! ‘Menikah’ katamu? Tsk, ini tidak lucu!”

 

“Aku serius. Aku juga berharap kau mau datang.”

 

“… kenapa?”

 

Diputuskan pacar itu menyakitkan ya? Tapi realita yang terpampang nyata di depan mataku ini bahkan jauh lebih buruk dari sekadar menyakitkan.

 

Tapi tidak apa-apa. Setidaknya aku memiliki masa lalu yang ‘indah’ walau ditaburi bongkahan kebohongan.

 

“Jangan naif. Teman-temanmu sudah sering bicara buruk tentangku, ‘kan? Saran saja, sebaiknya kau dengarkan kata teman-temanmu jika tidak ingin menyesal.”

 

“Dia hanya ingin memanfaatkan kekayaanmu saja. Sebaiknya kau cepat putus dengannya.”

 

—end—

 

Tinggalkan komentar